Dahlan dan Walidah Harus Lahir Kembali

dahlan dan walidah

Modernis.co, Malang – Gelar Pahlawan patut disematkan pada dua tokoh Islam yang tinggal seatap pada masa hidupnya. Meskipun status mereka sebagai suami istri namun hampir seluruh usianya diabdikan untuk mencerahkan umat dan bangsa ini, keduanya yaitu KH. Ahmad Dahlan dan Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan). Keduanya memberikan teladan bagi kita bahwa urusan dakwah merupakan tanggungjawab bersama, baik laki-laki maupun perempuan.

Kiai Dahlan maupun Siti Walidah merupakan sosok yang memiliki jiwa kepemimpinan dan karakteristik pejuang. Sejarah telah membuktikan bahwa keduanya benar-benar memiliki peran nyata untuk membangun Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.

Pada masa hidupnya Kiai Dahlan pernah mendapatkan tantangan yang luar biasa ketika awal-awal ingin mendirikan Muhammaddiyah. seringkali beliau mendapatkan cemooh dari masyarakat, dikafirkan, bahkan parahnya lagi langgar/mushala tempat ia mengajar dirobohkan oleh masyarakat Kauman Yogyakarta Kala itu. Namun sosok Kiai Dahlan tetap tegar dalam merespon perlakuan masyarakat tersebut.

Beralih pada Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan), ia dikenal sebagai Tokoh perempuan Revolusioner dalam Islam khususnya di Indonesia. Karakternya yang pemberani dan militan, dibentuk semasa ia berada di Organisasi Islam Perempuan bernama Aisyiyah.

Peristiwa yang membuat Nyai Ahmad Dahlan dikenal sebagai tokoh perempuan revolusioner di tanah air, ketika ia ikut andil dalam memerangi Penjajah. Maka dari itu sudah sepatutnya apabila ia disejajarkan dengan Pahlawan perempuan seperti R.A Kartini, Cut Nya dien, Dewi Sartika, dll.

Belajar dari kedua sosok tersebut menjadi Pelajaran penting sebagai pemompa spirit perjuangan bagi para kader Muhammadiyah khususnya Immawan dan Immawati di seluruh penjuru Negeri. Hal ini penting sebagai bahan refleksi karena banyak sebagian kader IMM yang melupakan peristiwa sejarah, khususnya Muhammadiyah sebagai induk dari IMM.

Tentunya masih ada harapan untuk melahirkan dua pejuang Muhammadiyah tersebut bagi generasi kader Muhammadiyah saat ini. Yakni dengan catatan, kader-kader Muhammadiyah saat ini harus memiliki etos Dahlanisme dan Walidaisme. Etos tersebut tercerminkan dalam semangat dakwah serta karakteristik kepemimpinan yang ditampilkan keduanya.

Sudah bukan saatnya lagi memperdebatkan masalah feminisme, adanya Muhammadiyah dan Aisyiyah menunjukkan bahwa ormas Islam terbesar ini sangat feminis. Peran antara laki laki dan perempuan dalam konteks sosial khususnya Immawan dan Immawati sejatinya adalah sama. Keduanya sama-sama mengemban amanah sebagai Abdullah (Hamba Allah) khalifatullah (Pemimpin) di muka bumi ini, yang membedakan keduanya hanya terletak pada jenis kelamin serta ketakwaannya kepada Allah SWT.

Berjuang di Muhammadiyah khususnya di IMM akan lebih mudah apabila adanya korelasi serta sinergritas antara Immawan dan Immawati. Sebagaimana Kiai Dahlan yang mendorong awal pendirian Aisyiyah. Selain itu merawat dan menjaga Ikatan merupakan tugas dari Immawan dan Immawati, akan lebih baik lagi jika keduanya dapat meneruskan perjuangan Kiai Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan sebagaimana yang telah dilakukan Pak Haedar Nashir dan Ibu Noordjanah Djohantini. Keduanya merupakan suami Istri namun masing-masing menjadi Ketua Umum di PP Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Selamat Berjuang, Immawan dan Immawati

*Oleh : Ibnu Rizal (Ketum IMM Tamaddun FAI Periode 2016-2017)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment